Masa Remaja Hingga Menikah

Kehidupan remajaku dimulai pada saat mengenal cinta monyet tepatnya ketika menginjak kelas 1 SMP. Disaat itu sudah mulai ada rasa ketertarikan pada wanita tapi hanya sebatas suka, takut dan malu untuk mengatakannya.

Kondisi psikologis anak sekolah diperkotaan jauh berbeda dengan dipedesaan, bagi warga perkotaan hanya sebagian orang saja yang sudah mengenal proses berpacaran sedangkan bagi warga desa berpacaran diusia SMP adalah hal yang sangat lumrah bahkan wajib karena pada usia ini sudah banyak yang melenggang ke jenjang pernikahan.

Kehidupan remajaku terbagi dalam dua kondisi, jika dikota pada saat sekolah saya total menjadi pelajar yang baik tapi jika saat liburan saya menjalani kehidupan sebagaimana layaknya remaja di pedesaan.

Setiap libur saya pulang kampung, selama dikampung kerja saya cuma kumpul dengan teman-teman khususnya pada malam hari kami keluyuran kadang sampai ke desa tetangga untuk bertualang mencari cinta yang kalo dalam istilah kami “merjake atau marak gadis”.

Selama saya menjalani proses berpacaran, belum pernah saya punya pacar yang berasal dari kampung sendiri hal ini mungkin disebabkan karena saya berpikir kalo punya pacar dikampung sendiri takutnya jika nanti kita tidak cocok dan harus bubaran maka akan menyakitkan perasaan orang kampung sendiri ( atau bisa juga karena memang gak ada yang mau kali ya..  ).

Setelah saya mulai masuk dunia kerja dan sudah bosan untuk hidup membujang akhirnya saya memutuskan untuk menikah.

Alasan saya untuk menikah adalah :
1. Sudah bosan makan nasi bungkus terus
Keputusan untuk menikah saya ambil setelah empat tahun kerja tepatnya tahun 2002 ( masuk kerja tahun 1998 ). Selama kerja di perantauan kehidupan saya bak lirik dalam lagu dangdut “ masak-masak sendiri, makan-makan sendiri, cuci baju sendiri, hidupku sendiri”
Setiap hari saya sarapan pagi diluar ( nasi gemuk, lontong dll ) kemudian siang dan malamnya pergi ke warung padang untuk makan.
Hal inilah yang membuat saya agak bosan dengan masakan padang, bahkan pernah saya hanya makan bakso, mie ayam atau gado2 saja untuk mencari alternative makanan non padang.

2. Sudah bosan nyuci dan setrika sendiri

3. Memikirnya nasib anak kelak jika saya menikah diusia yang sudah berumur alias tua
Saya berpikir jika saya menikah diusia 30 Tahun dan langsung dapat anak maka waktu anak saya berusia 20 Tahun berarti saya sudah berusia 50 tahun yang artinya hampir pensiun, bagaimana nasib anak saya yang kedua dan seterusnya. Syukur kalo anak pertama sudah bekerja diusia 20 tahun.. kalo belum wah bisa repot juga ..

4. Sudah bosan tidur sendiri ( mungkin ini alasan utamanya…  )
Setelah memutuskan untuk menikah, pertanyaannya adalah saya akan menikah dengan siapa ?? karena pada saat itu saya belum punya calon yang masuk kriteria persyaratan.
Akhirnya setelah melalui berbagai pertimbangan saya memutuskan untuk menikah dengan orang yang satu kampung dengan alasan tidak butuh banyak penyesuaian, sudah tahu kondisi keluarga masing-masing dan kalau lebaran gampang mudiknya … 


Masalahnya sekarang saya tidak punya pacar dikampung sendiri, memang ada beberapa gadis yang masuk kriteria tapi mereka hanya sebatas teman satu kampung yang tidak pernah terucap kata suka kepada mereka apalagi berpacaran.

Oh ya .. kriteria pertama bagi saya adalah harus cantik menurut saya …  jelas dong .. saya khan tidak ganteng jadi kalo dapet istri yang tidak cantik .. wahh jadi apa anak saya nanti….  bisa-bisa super jelek … jadi itung-itung ya perbaikan keturunan la…

Kriteria kedua .. dari keluarga baik-baik

Kriteria ketiga … berpendidikan .. biar bisa mendidik anak

Saya tidak berani menetapkan kriteria agama ( walau dalam Islam ini merupakan kriteria utama ) karena saya juga menyadari kondisi keimanan saya juga belum begitu ok… jadi ya cari yang biasa-biasa aja biar bisa belajar bareng soal agama .. yang jelas saya tetap mendambahkna istri yang sholehah yang mau menutup auratnya.

Setelah melalui proses pertimbangan yang matang akhirnya pilihanku jatuh pada bunga desa yang tak lain adalah adik temanku sendiri … teman main, keluyuran dan merjake atau marak gadis.

Akhirnya waktu yang ditunggu tiba .. pada suatu hari saya ada dinas ke Palembang ( waktu itu saya kerja di Jambi sedang sang cewek kuliah di Palembang ).

Kesempatan ini saya manfaatkan untuk mengutarakan maksud hati saya dengan pertimbangan jika tidak sekarang maka waktunya entah kapan lagi ada kesempatan soalnya saya memang jarang ke Palembang ( biasanya 1 Tahun sekali pas lebaran ).

Dengan alasan main ke tempat teman yang tak lain adalah kakak sang cewek, saya mendapatkan kesempatan untuk mengutarakan niat saya.

Karena tidak mau dianggap macem-macem oleh teman sekaligus calon kakak ..  maka sebelum bicara ke sang gadis maka saya bicara dulu ke kakaknya ..
Inilah moment paling menegangkan dalam hidupku …
‘’…harus dimulai darimana,… harus ngomong apa … ??? ya itulah pertanyaan yang ada dibenakku saat itu.

Sambil nonton TV dikontrakan temanku tersebut .. akhirnya dengan membaca basmallah ditambah dengan beberapa surat pendek yang ku hafal .. akhirnya kuberanikan diri untuk mulai bicara ..

Kira-kira seperti inilah ucapan yang keluar dari mulutku (sebenarnya dalam bahas daerah tapi biar gampang dimengerti maka saya translate aja ya ) :

“..Nedi (calon kakak ipar sekaligus teman )… Kamu khan tahu bahwa aku sekarang sudah kerja walau sambil kuliah .. jadi kedepannya tidak ada yang kupikirkan lagi kecuali untuk mencari pendamping hidup … saya ada rencana untuk menjalin hubungan serius dengan Ressy ( adiknya atau istriku sekarang ) … sebenarnya sekarang kami belum ada komitment dan belum tahu apakah ressy mau apa tidak tapi maksud saya ngomong ini adalah minta ijin agar tidak disangka saya main belakang sama teman sendiri … jadi maksud saya kalo kamu menginjinkan maka saya akan ngomong langsung ke Ressy…
Akhirnya dengan nada bingung dan kaget mendengar ucapan saya tadi … maka sang kakak cuma bisa bilang “… ya kalo saya sih terserah ressy ..”

Bagi saya jawaban tersebut adalah tanda persetujuan dan tanpa ragu lagi maka saya temui Ressy kemudian mengatakan maksud hati saya.

Kira-kira seperti inilah ucapan saya :
“ Ressy… saya tadi sudah bicara atau minta ijin sama Nedi … saya bilang bahwa saya bermaksud menjalin hubungan serius dengan kamu … karena saat ini saya sudah kerja jadi tidak ada lagi yang saya cari selain pendamping hidup… saya tidak bermaksud mengajak kamu menikah sekarang karena saya tahu kamu juga lagi kuliah … tapi dengan adanya pembicaraan saya ini maka setidaknya kamu tahu bahwa saya mengharapkan kamu dan bermaksud menjalin hubungan serius …. Nedi sudah menjawab bahwa semuanya terserah Ressy jadi sekarang keputusan ada sama Ressy ..”

Dengan nada bingung dan kaget juga maka saat itu ressy menjawab : “Maaf .. saya belum bisa memutuskan/menjawab sekarang..” ( Diplomatis dan standar jawaban para cewek yang habis ditembak cowok )

Dan saya pun langsung menegaskan bahwa saya tidak butuh jawaban sekarang …
Akhirnya setelah mengungkapkan perasaan, saya kembali ke dekat Neddy yang lagi nonton dan sejak saat itu kami diam tanpa cerita serta larut dalam pikiran masing-masing.

Hari demi hari berlalu dan waktupun terus berjalan .. dan tanpa ada jawaban iya atas pembicaraan sebelumnya tapi kami semakin akrab

Sekedar info aja bahwa dulu kami jika bertemu paling hanya sebatas “say hello” aja tidak pernah bicara secara akrab, hal ini disebakan karena saya juga merasa gak enak sama temanku Nedi .. nanti dikira ada maksud apa2 .. ( pagar makan tanaman istilahnya … )

Singkat cerita ( udah capek ni … ) Setelah Ressy menyelesaikan kuliahnya akhirnya kami sepakat untuk menuju ke jenjang pernikahan.

Akhirnya setelah melalui rangkai tahapan prosesi adat sebelum pernikahan maka pada tanggal 22 Oktober 2002 terjadilah peristiwa bersejarah tersebut yaitu Pernikahan antara Iswadi Idris Bin H.Munir dengan Ressy Ellewati Binti H.M. Kawi

Baca Selengkapnya..

Mulai Dengan Kehidupan Baru

Saya sungguh beruntung karena orang tua dan nenek saya termasuk orang yang punya prinsip bahwa pendidikan sangat penting bagi kita.

Saya bersekolah di SD Negeri Benuang yang ada di desa saya hingga kelas 4, kemudian naik ke kelas 5 saya pindah sekolah ke Ibu kota Propinsi Sumatera Selatan yaitu Palembang menyusul adik bapak (oom dan tante ) yang sudah bersekolah di sana.

Sekedar mengingat nama teman-teman satu angkatan di SD Benuang : Elly Santosa ( adik bapak ), Jaerudin (Afen), Habibianto ( Gentos ), Suratmin, Harmada (Mada), Esmanto ( Anto Senal), Domo Yudo Pranoto, Jon cik ikat, Jon ( Adik Untung), Jumawi, Nang Ali, Sam, Tikal, Asmat, Rodi, Anto Meran ( Sosokan), Si Kembar Suradi-Muladi, Marhedi, Roni Paslah Surot, Elan, Ardiman, Sepi-em, Selilin, Asri, Suseli, Amat, Kardik Diyat, Sanik, Tini (bini sukri), Yana (ayuk dolin), Tunima, Artik, Ronghana, Sus (kampai), Partina, Rita Gun, Mela, Karsida, Neti, Rus ( bini magang), Leni Mat Nawi, Eva ( Vivin Arbani), Daya, Yana ( Bini Remi ), Elly Misi, Sulastri, Umi, Anita Rom,Mertin ( maaf kalu ade yang telupe / salah tulis soalnye lah lame nia)

Di Palembang saya sekolah di SD Negeri 329 Palembang dekat dengan tempat tinggal saya yaitu Rumah Susun Blok 4 kelurahan 23 Ilir Palembang .

Disini saya mulai kehidupan baru karena kondisinya sangat berbeda 180 derajat, jika di kampung saya tinggal bersama orang tua sehingga semuanya terima beres dan tidak ada kegiatan belajar di rumah. Tapi di Palembang saya harus mulai belajar hidup mandiri karena sudah jauh dari orang tua sehingga semua dikerjakan sendiri dengan dibantu oleh oom (mamang) dan tante(bibik).

Kondisi di sekolah juga sangat berbeda jauh dibandingkan dengan waktu di kampung, sekolah dikota lebih memberikan motivasi agar kita banyak belajar karena tingkat persaingan dan kesadaran siswa dikota untuk belajar lebih tinggi.

Alhamdulillah meski pindahan dari desa tapi prestasi saya di SD cukup lumayan, hal ini mungkin karena selama didesa saya tidak pernah terpikir untuk belajar tiap hari hanya bermain sedangkan di Palembang karena lokasinya masih asing sehingga jarang bermain diluar rumah dan waktu yang ada dimanfaatkan untuk belajar.

Sekedar Mengingat Teman SD Negeri 329 Palembang : Elly Santosa ( adik bapak ), Suryadi , Nurkholis, Deny, Ari, Anton, Suardi, Achi Vina, Nurlela, Veronica, Anita Theresia, Shinta, Patra Rini, Desi Febrianti, Nurhidayah, Warda, Novianti, Noviyanti ( maaf banyak yang lupa namanya, Cuma ingat wajahnya aja )
Tahun 1991 saya lulus SD dengan prestasi yang lumayan sehingga dapat di terima di SMP Negeri 2 Palembang yang beralamat di kelurahan 24 Ilir Palembang dekat dengan Internasional Plaza yang lebih dikenal dengan sebutan IP ( Sekedar info aja bahwa Pembangunan IP dimulai waktu saya sedang sekolah di SMP ini ) .

Setelah SMP saya juga mulai belajar mengaji sehingga saya punya bekal ilmu agama yang sangat bermanfaat. Tempat Saya belajar ngaji adalah Masjid Sabilillah yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal saya di Rumah Susun.

Nama teman-teman di SMP Dulu : Elly Santosa ( adik bapak ), Heriyanto, Wahyu, Sofyan, Ali, Ali shahab, Agus Salim, Agustian Haryandi, Almi Diansyah, Rio, Armen, Dek Yan, Dedy Gusmar, Suandi, Heri, Hilman, Riady, Doni, Faisal, Indra Gunawan (Apuk), Kubil, Supriyanti (Ryan), Kartika Sari, Ellys, Farida ( edo’), Ade Vera Yani, Ba’diah, Nurlaila, Fitri (Bi cek ), Diah Rahmawati, Asba Dewi, Desy (Ada 2 orang ), ( Maaf.. banyak banget nama yang sudah lupa, Cuma ingat wajah aja )
Di SMP pun prestasi saya cukup lumayan sehingga saya bisa lulus pada tahun 1994 dan di terima di SMU Negeri 1 Palembang yang beralamat di Depan Asrama Brimob Bukit Besar Palembang .

Untuk teman-teman di SMU dulu sekarang udah sebagian besar ada di daftar teman di account situs jejaring sosialku "facebook".

Ada Pelajaran berharga yang dapat saya petik dari kehidupan saya diperantauan, Ekonomi keluarga yang pas-pasan membuat saya harus bersekolah dengan biaya yang terbatas. Pengeluaran uang harus benar-benar diperhitungkan dengan matang. Ada kalanya saya harus menahan untuk tidak jajan di sekolah karena ada kebutuhan lain yang lebih mendesak. Di rumah tidak ada TV sehingga harus numpang nonton di rumah tetangga kalo ada acara yang lagi trend.

Walau memprihatinkan, tapi justru kondisi demikian yang banyak memberikan bekal pendidikan kepada saya dalam menjalani hidup dan Alhamdulillah sekarang bisa memetik buah dari perjuangan dengan di terima bekerja, semoga bisa memenuhi harapan dan membanggakan orang tua.

Pengalaman hidup yang menyadarkan saya bahwa hidup kita memang sudah diatur oleh Allah Sang Pencipta.

Saya sempat mengalami kekecewaan dan “protes “ pada Allah Sang Pencipta yang menurut saya tidak adil terhadap kehidupan saya.

Ceritanya, sejak SMP saya sudah bertekad agar dapat melanjutkan ke sekolah kejuruan yang siap kerja. Pada waktu itu pilihannya hanya Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), Sekolah Menengah Farmasi (SMF) dan Sekolah Menengah Analis Kesehatan(SMAK). Waktu itu saya dan adik bapak yang satu SMP berminat masuk SMF atau SMAK tapi yang diterima hanya adik bapak di SMF sedangkan saya tidak diterima karena alasan yang menurut saya kurang adil yaitu kurang tinggi badan.

Sejak saat itu saya kecewa dan “protes” kenapa hidup tidak adil pada saya, akhirnya dengan terpaksa saya masuk ke sekolah umum dan diterima di SMU Negeri 1 Palembang. Padahal saya berminat masuk sekolah kejuruan dengan niat agar setelah tamat bisa langsung kerja sehingga bisa meringankan beban sekaligus membanggakan orang tua.

Tiga tahun berlalu, adik bapak tamat dari Sekolah Menengah Farmasi (SMF) dan langsung kerja di Apotik Rora Palembang sedangkan saya harus berpikir keras untuk melanjutkan ke jenjang kuliah. Akhirnya saya memutuskan untuk kuliah dengan jurusan teknik mesin, dengan harapan apabila selesai kuliah dan saya tidak dapat kerja di kota maka paling tidak saya bisa memanfaatkan ilmu yang saya dapat dengan membuka bengkel dikampung.

Sebenarnya harapan terbesar saya adalah bisa bekerja dikota ( apapun jenis pekerjaannya )karena merupakan hal yang membanggakan bagi orang tua apabila selesai pendidikan kita langsung diterima bekerja di kota apalagi menjadi orang kantoran meskipun dengan gaji yang kecil.

Akhirnya saya ikut UMPTN dengan jurusan yang diambil teknik mesin UNDIP dan UNSRI, disamping itu waktu bagi raport kelulusan ada teman satu kelas namanya Aris Affandi ( sekarang satu instansi dengan saya ) menawarkan agar ikut test peneriamaan Mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ( STAN ).

Waktu itu saya benar-benar tidak tahu apa itu STAN, setelah mendapat info dari teman bahwa STAN adalah sekolah yang menawarkan ikatan dinas artinya setelah tamat kita akan langsung diterima bekerja di Departemen Keuangan, Kebetulan di Palembang sudah membuka Program Diploma Satu Spesialisasi Pajak sedangkan Diploma Tiga hanya ada di Jakarta namun test dapat diikuti di Palembang.

Menurut teman Sekolah ini hanya satu tahun ( non gelar ) dan syaratnya adalah rata-rata Nilai Evaluasi Murni (NEM ) adalah 6,00.
Di SMU saya termasuk siswa yang tidak pintar sehingga rata-rata NEM hanya 6,01 namun cukup untuk ikut test tersebut .

Akhirnya pada tahun tersebut saya ikut test UMPTN dan STAN Prodip Keuangan.
Selama masa menunggu pengumuman kelulusan, saya menghabiskan waktu di Kampung sambil membantu orang tua yang kebetulan membuka warung manisan.

Waktu berlalu akhirnya masa pengumuman pun tiba,
Pengumuman pertama adalah Kelulusan Hasil UMPTN, Alhamdulillah setelah lihat pengumuman di Koran ternyata saya diterima di Teknik Mesin UNSRI kemudian minggu berikutnya saya berangkat ke Palembang dari kampung halaman untuk melihat pengumuman STAN.

Setelah melihat pengumuman di Balai Diklat Keuangan yang beralamat di Jalan Kol. Atmo Palembang ternyata nama saya juga ada disana alias dinyatakan lulus.

Setelah melalui diskusi panjang dengan orang tua karena orang tua lebih menginginkan saya menempuh kuliah S1 biar ada gelar Sarjana tapi dengan berbagai pertimbangan akhirnya diputuskan bahwa saya cukup ambil Diploma 1 Pajak aja …
Setelah menempuh pendidikan selama satu Tahun akhirnya saya dinyatakann lulus dan di terima jadi pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan penghasilan yang lumayan dan lebih terjamin karena statusnya PNS.

Sejak saat itu saya baru menyadari bahwa semua perjalanan hidup kita memang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, tugas kita hanya berusaha dan berdoa.


Baca Selengkapnya..

Awal Perjalanan Hidup

Perjalanan hidup saya dimulai dengan lahirnya seorang bayi disebuah desa dari pasangan suami istri yang bekerja sebagai petani sekaligus pedagang. Desa tersebut namanya Desa Benuang yang terletak di kecamatan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan.

Bayi tersebut adalah saya yang diberi nama Iswadi Idris yang katanya nama tersebut mirip dengan nama legenda sepakbola Indonesia pada era 70-an dan memang saya dilahirkan pada tahun 1978.

Masa kecil saya dihabiskan di alam pedesaan yang masih terisolir karena akses untuk kedesa kami hanya jalan tanah yang belum terjamah pembangunan meskipun jalan tersebut merupakan jalan lintas yang menghubungkan banyak desa.

Kondisi jalan yang belum diaspal menyebabkan akses ke desa kami sering terputus karena kubangan lumpur yang terjadi saat musim penghujan.
Melihat mobil truk yang gak bisa jalan terjebak dalam kubangan tanah merah yang becek bukan pemandanga aneh lagi karena memang waktu itu mobil yang lewat di desa kami paling cuma truk pengangkut karet atau mobil pertamina seperti Daihatsu Taft 4x4.

Sebagian besar masyarakat desa Benuang bekerja sebagai petani karet (penghasilan utama ) dan berkebun padi sebagai sampingan. Jadi setiap pagi rutinitas mereka adalah pergi ke kebun Karet untuk nyadap atau bahasa kami mantang balam.

Karena kondisi perekonomian yang tidak memungkinkan ditambah lagi kurangnya kesadaran sebagian orang tua akan arti pentingnya pendidikan sehingga banyak anak-anak seusia saya yang tidak dapat menikmati bangku pendidikan Sekolah Dasar meski ada juga yang bisa bersekolah tapi harus membantu orang tua mencari uang dengan ikut menyadap karet.

Saya termasuk salah satu anak yang beruntung didesa kami yang bisa menikmati bangku Sekolah Dasar tanpa harus membantu orang tua mencari uang untuk biaya sekolah.

Seperti kebanyakan anak-anak seusia saya , kehidupan kami sehari-hari diisi dengan bermain dan hal-hal lain yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar meskipun kami sudah bersekolah tidak peduli apakah hari libur atau bukan. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengarahan dari orang tua akan arti pentingnya belajar bagi pendidikan dan masa depan kita. Keadaan ini bisa dimaklumi karena memang pendidikan orang tua kita juga hanya tamatan Sekolah Dasar.

Masa kecil kami yang seakan punya motto “Tiada Hari Tanpa Bermain” membuat kami selalu memanfaatkan waktu untuk bermain. Ada banyak Jenis Permainan tradisional anak-anak pada masa kami dulu yang sebagian besar sudah hilang di zaman modern sekarang karena anak-anak sekarang sudah terbiasa dengan permainan berteknologi modern seperti Play Station, Mobil atau Helikopter dengan Remote Control dan masih banyak permainan modern lainnya yang selalu bermunculan dengan harga yang tentunya tidak murah alias mahal sehingga banyak anak-anak yang tidak bisa menikmati hanya karena keterbatasan ekonomi orang tuanya.

Permainan tradisional anak-anak didesa kami bisa dimainkan oleh siapa saja karena tidak harus dibeli, kalaupun harus membeli biasanya harganya sangat murah. Biasanya kami membuat sendiri mainan dari bahan-bahan yang banyak tersedia di kampung seperti:

1. Layangan (layang-layang) dibuat dari bambu dan kantong asoy (kresek) dengan perekat getah karet ,
2. Mobil-mobilan dari kayu dengan roda dari karet sandal jepit
3. Mobil-mobilan dari velg sepeda/motor yang tidak terpakai lagi
4. Pedil-pedilan (Senapan dari bambu)dengan puluru kertas atau buah ‘keliat’
5. Lanting (perahu rakit) dari batang pisang yang dimainkan di sungai .

Permainan lainnya adalah (maaf ya bahasa daerah) :
1. Mebuat gunung dari tanah yang diberi rongga kemudian diisi api, biasanya dilakukan malam hari
2. Main dimput dengan menggunakan pecahan genteng yang disusun, dijaga oleh satu orang kemudian yang lain berusaha untuk menghancurkan susunan tersebut.
3. Jang ju (bingung menjelaskan)
4. Ret Se Reret (bingung menjelaskan)
5. Ayam-ayaman (bingung menjelaskan)
6. Dan masih banyak lagi..( saya sendiri sudah lupa )

Adalagi permainan dengan menggunakan karet dengan berbagai macam nama permainan, kemudian ekar ( kelerang) juga dengan berbagai macam nama permainan.

Selain bermain kami juga suka mencari ikan disungai dengan mengunakan Pancing, Jaring, Tangkul dan ada juga alat seperti bubu, penilar, serkap dan lansatan.
Jika musin kemarau tiba kami mencari ikan dengan cara “nimbe” artinya sungai yang dangkal di buat pembatas seperti DAM istilah kampungnya di “tebat” agar airnya tidak mengalir dan ikan terkeumpul pada satu tempat kemudian sungai tersebut dikeringkan (ditimbe) dengan mengeluarkan air sungai yang telah didam tadi menggunakan ember dan peralatan sejenisnya. Setelah sungai hampir kering dan mulai kelihatan ikannya maka itulah saatnya kita beraksi untuk menangkap ikan tersebut.

Ada lagi tradisi mencari ikan secara beramai-ramai yang dilakukan oleh warga desa bahkan biasa lebih dari satu desa disebuah sungai yang terkenal banyak ikannya, tradisi ini biasa disebut bekarang kalo dulu sungai yang paling terkenal yaitu rantau panjang.

Sekedar mengingat aja nama-nama ikan yang ada di desa kami yang saya ingat antara lain : ikan roan (gabus), keli (lele), betok, kepo, ikan tanah, seluang, sepat, sengiring, ikan aji, tempale, bujuk, pilook, toman, lundu, setumbuk bano, palau dan lain-lain. Namun karena kondisi sungai yang tidak memadai ditambah lagi adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang sering meracuni ikan-ikan tersebut maka sebagian dari jenis ikan tersebut sudah sulit untuk didapat.

Tak hanya sampai disitu, ada lagi kegiatan yang sangat menarik bagi kami yaitu masuk hutan dengan membawa ketapel atau senapan angin (pedil burung) untuk mencari binatang dihutan khususnya burung yang masih banyak terdapat disana sambil mencari buah-buahan yang ada dihutan baik yang tumbuh liar ataupun yang sengaja ditanam ( lho.. kok buah-buahan yang sengaja ditanam kok diambil… berarti mencuri dong… hehehe… jadi malu …biasalah namanya juga anak-anak).

Selain menggunakan ketapel dan senapan angin, ada cara lain yang dapat dilakukan dalam mencari burung atau binatang dihutan yaitu dengan membuat perangkap yang namanya : repas dan jerat untuk binatang yang berjalan ditanah, senggot untuk ular.
Sedangkan untuk burung biasanya menggunakan alat yang disebut polot yaitu lem yang terbuat dari getah karet dicampur dengan getah nangka kemudian dimasak lalu di tempelkan pada lidi atau bambu yang sudah dibuat seperti tusuk sate tapi dengan ukuran yang lebih panjang lalu lidi atau bambu tersebut dimasukan dalam campuran getah yang sedang dimasak tadi.

Polot ini biasanya digunakan untuk menangkap burung yang ada dipohon yang rendah atau yang sedang mandi disungai yang hampir kering ( biasanya dimusim kemarau) dengan cara meletakkan polot ini diranting pohon tempat burung bertengger sebelum mandi.

Sekedar mengingat juga nama-nama burung yang ada didesa kami : perba tanduk, perba pisang, percang, kutilang, pelencet, kelelisap, andis, puyuh, burung ayam, burung tanah, beliwis, murai, dekot, beruge ( sejenis ayam), punai, bekake dan lain-lain.
Sedangkan untuk buah-buahannya antara lain : tayas, kedeper, macang, kuini, pong, ketupak, romanas, kepala jago’, ridan, kenidai, malangkubu, malangtanggai, rukam, dian, jambu puan, rambai, manggus, kayu nyamok, arang-arang, setul, raman, jentekan, buah rotan, rendingan, seletup dan masih banyak lagi yang saya sendiri sudah lupa.

Saya sengaja berusaha untuk menyebutkan nama-nama permainan, ikan, burung, buah-buahan dan yang lainnya agar apabila suatu saat nanti hal-hal yang saya sebutkan tadi sudah tidak ada lagi maka setidaknya bisa menjadi bahan kenangan bagi yang pernah mengetahuinya atau jadi tambahan pengetahuan bagi generasi berikutnya.

Jadi jika ada kesalahan dalam penulisan nama-nama tersebut diatas saya mohon maaf atau jika ada yang belum saya sebutkan ( karena saya lupa atau tidak tahu sama sekali ) silahkan tambahkan di kolom komentar dibawah postingan ini.

Oh ya saya lupa cerita kalau didesa saya dulunya di kelilingi oleh empat aliran sungai yaitu : sungai rerek, sungai benuang, sungai kedat dan satu lagi saya lupa namanya karena sebenarnya bukan sungai ( cuma aliran air biasa )
Begitulah gambaran keseharian saya didesa, tidak pernah terpikirkan untuk belajar agar bisa mencapai cita-cita ( soalnya dulu belum tau apa itu cita-cita.. jadinya kita gak punya cita-cita..) hanya menjalani hidup apa adanya.


Baca Selengkapnya..